Rabu, 07 Oktober 2009

AL-QUR'AN SUMBER INSPIRASI YANG DINAMIS

Oleh : A. Munif Zubairi *
Wahyu Allah SWT, yang paling agung dan sakral, sebagaimana yang kita ketahui, adalah al-Qur'an. Ia merupakan satu-satunya kitab yang selalu menarik perhatian manusia sepanjang sejarah. Terdiri dari sekitar 80.000 kata yang terbagi dalam 30 juz dan 114 surat, serta terangkai menjadi 6326 ayat, yang satu sama lain mempunyai jalinan yang integral.
Pesan-pesan al-Qur'an yang mengandung kebenaran yang absolut dan paten, merupakan kenyataan yang tidak dapat diingkari oleh siapa pun saja. Bahkan, al-Qur'an menantang orang-orang yang melecehkannya, agar mereka membuat "karya" yang sebanding dengan al-Qur'an, meskipun hanya satu surat. Tetapi, tidak seorang pun yang mampu menjawab tantangan itu.
Hal tersebut menunjukkan, bahwa al-Qur'an benar-benar wahyu Allah, yang sedikit pun, tidak dapat disangsikan lagi validitasnya. Karena itu, tepat sekali, jika al-Qur'an mengklaim dirinya sebagai petunjuk (al-huda), penjelas tentang segala masalah (al-bayan), tanda kasih sayang Allah kepada manusia (rahmat), terapi bagi segala penyakit yang melanda jiwa manusia (syifa'), membentuk kesadaran yang konstan (al-dzikr), kunci bagi penyelesaian berbagai problem yang dihadapi oleh manusia (makhraj), dan lain-lain.
Sejarah telah membuat rekaman yang kongkrit, bahwa al-Qur'an pertama-tama hadir di tengah-tengah masyarakat yang mengalami deviasi dalam berbagai aspek kehidupan. Yaitu, masyarakat "jahiliyah", yang sama sekali tidak mempunyai akses untuk menampilkan peran konstruktifnya dalam proses kehidupan manusia, yang akibat finalnya justru telah memporak-porandakan eksistensi mereka sendiri.
Namun, secara gradual kemudian mereka tampil sebagai pelindung dan pembela al-Qur'an, yang ajaran-ajarannya dimanifestasikan pada tataran praksis operasional. Sehingga, mereka berhak menyandang predikat "khaira ummah" (umat terbaik), suatu predikat yang paling ideal yang dapat mengangkat dan memperjelas jati diri manusia, sebagai hamba Allah yang sejati.
Kenyataan di atas, yang secara faktual telah mampu melahirkan "peradaban" yang refresentatif relegius, selain karena orisinilitas dan superioritas al-Qur'an itu sendiri, juga karena pembawanya, Rasulullah SAW, mempunyai kepribadian (personality) yang sangat luhur yang tidak tertandingi oleh para nabi dan rasul sebelumnya, apalagi manusia seperti kita yang memang akrab dengan kesalahan dan dosa. Beliau sebagai pemungkas Rasul Allah, berakhlak dengan al-Qur'an, yang sekaligus dalam mentransfer pesan-pesannya dapat memikat hati manusia, baik kawan maupun lawan.
Dengan demikan, sangat beralasan jika Rasulullah mampu membangun struktur sosial yang mencerminkan nilai-nilai spritual, humanis, emansipatoris, dan egalitarian. Tegasnya, pada masa Rasulullah, al-Qur'an benar-benar berfungsi sebagai sumber inspirasi dalam upaya mendinamisir kehidupan masyarakat. Sehingga, dalam waktu yang sangat singkat, beliau berhasil mengemban missinya, sebagai pembawa agama Islam.
Nah, dalam konteks itulah, ada beberapa pertanyaan yang masih tersisa yang perlu dikemukakan dalam tulisan ini. Yaitu, apakah kini umat Islam masih konsisten terhadap pesan-pesan al-Qur'an atau justru sebaliknya? Jika memang konsisten, mengapa umat Islam sangat mandul dalam berbagai aspek kehidupan ? Bukankah kemandulan itu merupakan konsekuensi logis dari pengabaian umat Islam terhadap pesan-pesan al-Qur'an?
Akhirnya, apa pun alasannya, umat Islam harus berpegang teguh pada al-Qur'an, jika umat Islam ingin tampil di barisan terdepan dalam meminpin dunia dan peradabannya, yang pada saat ini sedang mengalami krisis dan disintegrasi. Semoga.

* Penulis, Alumni PP Annuqayah dan kini menjadi Kepala MI Nasy'atul Muta'allimin (NASA), Gapura Timur Gapura Sumenep.

AL-QUR'AN SUMBER INSPIRASI YANG DINAMIS

AL-QUR'AN SUMBER INSPIRASI YANG DINAMIS

Oleh : A. Munif Zubairi *

Wahyu Allah SWT, yang paling agung dan sakral, sebagaimana yang kita ketahui, adalah al-Qur'an. Ia merupakan satu-satunya kitab yang selalu menarik perhatian manusia sepanjang sejarah. Terdiri dari sekitar 80.000 kata yang terbagi dalam 30 juz dan 114 surat, serta terangkai menjadi 6326 ayat, yang satu sama lain mempunyai jalinan yang integral.

Pesan-pesan al-Qur'an yang mengandung kebenaran yang absolut dan paten, merupakan kenyataan yang tidak dapat diingkari oleh siapa pun saja. Bahkan, al-Qur'an menantang orang-orang yang melecehkannya, agar mereka membuat "karya" yang sebanding dengan al-Qur'an, meskipun hanya satu surat. Tetapi, tidak seorang pun yang mampu menjawab tantangan itu.

Hal tersebut menunjukkan, bahwa al-Qur'an benar-benar wahyu Allah, yang sedikit pun, tidak dapat disangsikan lagi validitasnya. Karena itu, tepat sekali, jika al-Qur'an mengklaim dirinya sebagai petunjuk (al-huda), penjelas tentang segala masalah (al-bayan), tanda kasih sayang Allah kepada manusia (rahmat), terapi bagi segala penyakit yang melanda jiwa manusia (syifa'), membentuk kesadaran yang konstan (al-dzikr), kunci bagi penyelesaian berbagai problem yang dihadapi oleh manusia (makhraj), dan lain-lain.

Sejarah telah membuat rekaman yang kongkrit, bahwa al-Qur'an pertama-tama hadir di tengah-tengah masyarakat yang mengalami deviasi dalam berbagai aspek kehidupan. Yaitu, masyarakat "jahiliyah", yang sama sekali tidak mempunyai akses untuk menampilkan peran konstruktifnya dalam proses kehidupan manusia, yang akibat finalnya justru telah memporak-porandakan eksistensi mereka sendiri.

Namun, secara gradual kemudian mereka tampil sebagai pelindung dan pembela al-Qur'an, yang ajaran-ajarannya dimanifestasikan pada tataran praksis operasional. Sehingga, mereka berhak menyandang predikat "khaira ummah" (umat terbaik), suatu predikat yang paling ideal yang dapat mengangkat dan memperjelas jati diri manusia, sebagai hamba Allah yang sejati.

Kenyataan di atas, yang secara faktual telah mampu melahirkan "peradaban" yang refresentatif relegius, selain karena orisinilitas dan superioritas al-Qur'an itu sendiri, juga karena pembawanya, Rasulullah SAW, mempunyai kepribadian (personality) yang sangat luhur yang tidak tertandingi oleh para nabi dan rasul sebelumnya, apalagi manusia seperti kita yang memang akrab dengan kesalahan dan dosa. Beliau sebagai pemungkas Rasul Allah, berakhlak dengan al-Qur'an, yang sekaligus dalam mentransfer pesan-pesannya dapat memikat hati manusia, baik kawan maupun lawan.

Dengan demikan, sangat beralasan jika Rasulullah mampu membangun struktur sosial yang mencerminkan nilai-nilai spritual, humanis, emansipatoris, dan egalitarian. Tegasnya, pada masa Rasulullah, al-Qur'an benar-benar berfungsi sebagai sumber inspirasi dalam upaya mendinamisir kehidupan masyarakat. Sehingga, dalam waktu yang sangat singkat, beliau berhasil mengemban missinya, sebagai pembawa agama Islam.

Nah, dalam konteks itulah, ada beberapa pertanyaan yang masih tersisa yang perlu dikemukakan dalam tulisan ini. Yaitu, apakah kini umat Islam masih konsisten terhadap pesan-pesan al-Qur'an atau justru sebaliknya? Jika memang konsisten, mengapa umat Islam sangat mandul dalam berbagai aspek kehidupan ? Bukankah kemandulan itu merupakan konsekuensi logis dari pengabaian umat Islam terhadap pesan-pesan al-Qur'an?

Akhirnya, apa pun alasannya, umat Islam harus berpegang teguh pada al-Qur'an, jika umat Islam ingin tampil di barisan terdepan dalam meminpin dunia dan peradabannya, yang pada saat ini sedang mengalami krisis dan disintegrasi. Semoga.

* Penulis, Alumni PP Annuqayah dan kini menjadi Kepala MI Nasy'atul Muta'allimin (NASA), Gapura Timur Gapura Sumenep.